Teori atau ilmu perilaku organisasi (organization behavior) pada hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itu sendiri (akar ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan pusatperhatiannya pada tingkah laku manusia dalam organisasi. Dengan demikian, kerangka dasar teori perilaku organisasi ini didukung oleh dua komponen pokok, yakni individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku tersebut.Jadi, perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek- aspek tingkah laku manusia dalam organisasi atau suatu kelompok tertentu. Aspek pertama meliputi pengaruh organisasi terhadap manusia, sedang aspek kedua pengaruh manusia terhadap organisasi. Pengertian ini sesuai dengan rumusan Kelly dalam bukunya Organizational Behavior yang menjelaskan bahwa perilaku organisasi di dalamnya terdapat interaksi dan hubungan antara organisasi di satu pihak dan perilaku individu di lain pihak. Kesemuanya ini memiliki tujuan praktis yaitu untuk mengarahkan perilaku manusia itu kepada upaya-upaya pencapaian tujuan.Sistem pengukuran kinerja diharapkan bisa meningkatkan persepsi manajer atas setiap dimensi dalam pemberdayaan psikologis dalam hal ini adalah Meaning Competence, Self determinationdan Impact. Sistem pengukuran kinerja membuat tugas seorang individu lebih berarti(Meaning) karena informasi yang komprehensif tentang sebuah strategi dan kinerja dapat membantu seseorang untuk menyadari kemana organsiasi akan melangkah dan bagaimana peranan mereka agar sesuai dengan skope yang lebih luas dari organisasi. Conger dan Kanungo (1998) mencatat bahwa informasi tentang kinerja akan memperkuat persepsi seorang individu dalam memahami suatu tujuan (Self determination). Gist dan Mitchell (1992) menyatakan bahwa persepsi kompetensi (Competence) diperkuat dengan penyediaan informasi yang dapat meningkatkan pemahaman seorang individu atas sebuah tugas, kompleksitas tugas tersebut dan lingkungan tugas. Informasi kinerja secara fundamental berguna sebagai alat untuk memperkuat kompetensi (Ilgen et al,1979 dalam Hall, 2004; Lawler, 1992; Spreitzer, 1995). Thomas et al, (1993) menyatakan bahwa manajer yang menggunakan informasi kinerja akan memiliki kontrol yang lebih besar atas permasalahan pada perusahaan. Hal ini memberikan manajer perasaan seolah-olah mereka mempunyai pengaruh yang besar terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Sistem pengukuran kinerja juga dapat memperkuat pengetahuan seorang manajer akan strategi dan prioritas sebuah organisasi sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mempengaruhi dan bertindak sesuai prioritas perusahaan. Tanpa informasi kinerja yang komprehensif, manajer cenderung tidak memahami sepenuhnya operasional dari sebuah unit kerja atau organisasi secara keseluruhan. Hal ini menciptakan perasaan tidak mampu memberikan pengaruh pada wilayah pekerjaan mereka. Penelitian sebelumnya memperlihatkan adanya hubungan positif antara informasi kinerja dan pemberdayan psikologis secara keseluruhan (Spreitzer, 1997; Randolph, 1995). Peneliti Spreitzer (1997) menemukan bukti empiris bahwa akses informasi kinerja berhubungan positif dengan pemberdayaan psikologis. Penelitian tersebut didukung oleh Randolph (1995) yang menyatakan bahwa penyediaan informasi kinerja yang strategis dapat membantu mengembangkan pemberdayaan pegawainya.
referensi:
- http://supardiyo.wordpress.com/2009/06/08/perilaku-organisasi
- http://www.docstoc.com/docs/25275328/